Shalom :)
Disini saya ingin berbagi kisah tentang kehidupan seseorang, semoga berkenan membacanya.
Sebut saja dia Nasa, Nasa berasal dari keluarga yang sederhana, keluarganya tak berkelimpahan harta namun berkelimpahan kasih sayang yang luar biasa. Ia adalah salah satu jemaat di sebuah gereja yang cukup besar. Sejak kecil saat masih sekolah minggu ia sudah mulai dijauhi oleh teman-temannya, hanya karena ia tidak bersekolah di sekolah yang sama. Nasa bersekolah di salah satu sekolah dasar yang sederhana dan mayoritas siswanya beragama muslim, sedangkan teman seusianya sekolah di SD yang sama, sejak inilah ia mulai dikucilkan dan tidak ada yang mau mengajaknya bermain di sekolah minggu.
Nasa memang sudah terbiasa tinggal di tengah-tengah masyarakat mayoritas sejak kecil bahkan sampai ia tumbuh dewasa. Saat memasuki masa-masa SMP Nasa mulai mengikuti kegiatan-kegiatan gereja, bahkan ia ikut dalam sebuah vokal grup remaja gereja.
Memasuki masa SMA Nasa mulai disibukkan dengan kegiatan-kegiatan sekolah, namun itu tidak menghalanginya untuk tetap aktif di pelayanan. Sekalipun kegiatan sekolah sampai sore hari, ia tetap menyempatkan diri untuk hadir di jadwal latihan, ia selalu berusaha untuk tepat waktu, bahkan berkali-kali ia datang masih lengkap dengan seragam sekolahnya, itu artinya ia belum sempat untuk pulang ke rumah. Namun terkadang ia harus menerima ujian, dimana ia harus menunggu teman-temannya yang terlambat datang atau bahkan ternyata latihan tidak jadi diadakan.
Nasa bersekolah disalah satu SMA Negeri yang mayoritas siswa-siswinya beragama muslim, hanya ada beberapa yang beragama kristen di angkatannya. Namun seperti yang dikatakannya sebelumnya, ia cukup aktif mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah. Ia juga mengatakan, sekalipun ia hanyalah seorang minoritas, ia tak pernah dikucilkan, bahkan ia diijinkan untuk turut aktif dalam kegiatan organisasi sekolah. Nasa semakin sibuk dengan kegiatan-kegiatan sekolahnya, bahkan terkadang ia tidak hadir dalam kebaktian minggu dikarenakan kesibukannya. Tapi suatu waktu saat Nasa akan kembali mengikuti kegiatan sekolah dan berencana untuk tidak hadir di kebaktian minggu, Nasa ditegur oleh beberapa teman organisasinya yang beragama muslim. Teman Nasa menyarankan agar dia tetap mengutamakan ibadah, baru setelah itu dia bisa datang ke sekolah, karena ternyata teman-teman Nasa memaklumi jika hari minggu adalah waktunya Nasa untuk beribadah. Disini Nasa menyadari akan satu hal, ternyata teman-temannya bukan hanya membutuhkan tenaganya, tapi mereka peduli akan Nasa, mereka menganggap bahwa Nasa itu ada dan tak pernah dibeda-bedakan. Disini jugalah Nasa merasakan bahwa sebuah organisasi bisa memiliki kehangatan seperti sebuah keluarga.
Singkat cerita, Nasa telah lulus dari SMA ia melanjutkan kegiatannya dengan bekerja, karena untuk melanjutkan ke perguruan tinggi mungkin hanya sekedar mimpi. Nasa juga tetap mengikuti kegiatan-kegiatan di gerejanya, hingga di satu waktu ia ditunjuk untuk menjadi seorang Ketua Pemuda Remaja di tempatnya. Sejak awal Nasa memang telah menolaknya karena ia merasa ragu akan kemampuannya menjadi seorang pemimpin, namun ia tetap diminta untuk mencoba. Mengapa Nasa ragu ? Nasa tahu batas kemampuannya, Nasa tahu ia hanyalah seorang anak yang berasalah dari keluarga yang sederhana dan harus memimpin rekan-rekannya yang kebanyakan berasal dari keluarga yang kaya.
Awalnya Nasa mencoba meyakinkan dirinya, mungkin saja Nasa akan kembali merasakan kekeluargaan seperti yang dirasakannya di sekolah dulu. Nasa juga dibantu beberapa rekannya dalam menjalani masa kepemimpinannya sampai ia bertahan kurang lebih 2th. Ditengah-tengah pelayanannya, Nasa meghadapi berbagai tantangan, dari mulai ia harus berjuang lebih keras, dimana ia harus selalu merasakan namanya menunggu, dimana ia harus merasakan bagaimana rasanya tidak ditanggapi, diabaikan, bahkan sampai ia menangis karna semua yang ia hadapi. Semakin lama ia semakin diabaikan sebagai seorang ketua, saat berkumpulpun semua sibuk masing-masing. Nasa berkali-kali mengeluh dan memohon agar setidaknya orang tua atau mungkin perwakilan aktifis gereja yang lebih tua darinya untuk mendampinginya, untuk membantunya. Setidaknya saat ia diabaikan oleh rekan-rekannya, mungkin sejenak ada yang menolongnya, atau mungkin mewakilinya dalam menyampaikan sesuatu. Memang ada beberapa yang terkadang hadir, namun hanya dalam sesaat, bukan waktu sesaat yang ia harapkan, namun terus selama ia melakukan pelayanan. Karena Nasa tahu batas kemampuannya dalam memimpin, dan peran orang tua, aktifis gereja, atau bahkan Pendeta itu sangat diperlukan untuk anak muda. Tapi harapannya tak pernah dikabulkan sampai akhir masa aktif ia menjadi seorang ketua.
Nasa berkali-kali mengeluh pada orang tua dan keluarganya, ia diingatkan akan satu hal "bahwa apa yang kamu tabur dengan air mata, akan kamu tuai dengan sukacita". Nasa juga selalu ingat akan kata-kata Ibunya yang dikatakan saat ia mengeluh karna sikap rekan-rekannya "jangankan untuk dipimpin olehmu, jangankan untuk mendengarkan omonganmu, orang tuanya saja belum tentu mereka dengarkan, apalagi kamu yang bukan siapa-siapa, yang hanya seorang pemimpin kecil". Disini Nasa menyadari bahwa benar apa yang dikatakan Ibunya. Nasa juga tahu, memimpin anak-anak muda di gereja tidaklah sama dengan di sekolah, ia juga sadar ia tak bisa memaksakan kehendaknya, apalagi berkali-kali setiap yang ia lakukan selalu dinilai salah oleh beberapa jemaat, ia juga berkali-kali mendengar pembicaraan miring tentangnya. Namun Nasa hanyalah manusia biasa, yang mungkin bisa merasakan lelah, hingga akhirnya Nasa mengajukan pergantian kepengurusan. Nasa berpikir, mungkin sudah saatnya ia mundur, sudah saatnya bagian yang lain untuk memimpin, dan mungkin rekan-rekannya mulai bosan dengan sikap kepemimpinannya, mungkin mereka butuh sosok pemimpim yang baru, dan mungkin cara ia memimpin salah.
Namun pelayanan Nasa tidak berhenti sampai disitu, ia tetap ingin dekat dengan Tuhan, ia ingin tetap mampu melakukan sesuatu untuk Tuhan, karena ia tahu satu hal, pelayanan bukan hanya saat ia menjadi seorang ketua.
Nasa ingin menyampaikan beberapa pesan dari pengalamannya untuk teman-teman yang telah bersedia membaca kisahnya :
- Bertemanlah dengan siapapun, apapun agamanya, apapun suku bangsanya, selama ia tak membawamu ke hal-hal negatif.
- Untuk aktifis gereja yang membaca ini, mintalah agar orang tua, atau majelis jemaat, atau mungkin pendeta untuk turut serta terus membimbing anak muda, terus mendampingi, karena sehebat apapun seorang ketua remaja memimpin, ia tetap membutuhkan orang yang lebih tua untuk mendampinginya.
- Siapapun yang telah ditunjuk atau dipilih menjadi seorang ketua, hargailah ia, bantulah ia, bekerjasamalah dalam mencapai program kerja bersama.
~ semoga bermanfaat, God bless us :)
No comments:
Post a Comment